30 September 2015

Peran Selenium Pada Kanker

Berbagai studi pada hewan menunjukkan bahwa asupan Selenium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi reproduksi yang optimal ternyata dapat mencegah karsinogenesis spontan maupun yang terinduksi bahan kimia. Secara spesifik suplementasi selenium dilaporkan dapat menurunkan insidensi kanker hepar, esofagus, pankreas, prostat, kolon, dan payudara pada hewan coba. Namun demikian, ekstrapolasi hasil penelitian tersebut kepada manusia mengalami kendala karena dosis yang digunakan seringkali lebih tinggi daripada jumlah yang biasa dikonsumsi manusia [1].

Bukti yang menunjukkan efek protektif selenium terhadap kanker berawal dari hasil studi ekologis dan korelasional. Data korelasi geografis pada berbagai wilayah di dunia dan di Amerika Serikat menunjukkan adanya asosiasi terbalik antara kadar selenium dalam makanan ternak atau dalam diet dengan angka mortalitas kanker. Beberapa studi case-control dilakukan untuk meneliti hubungan antara kadar selenium dengan suseptibilitas menderita kanker. Secara umum, kadar selenium dalam darah, serum, rambut, atau kuku jari kaki orang yang mengalami kanker lebih rendah daripada orang sehat. Bukti yang lebih jelas dihasilkan dari beberapa studi prospektif yang menunjukkan bahwa resiko kanker adalah 2 – 6 kali lebih tinggi pada subyek dengan kadar selenium paling rendah dibanding dengan subyek dengan kadar selenioum paling tinggi [1]. 

Sejak tahun 1960, berbagai studi melaporkan bahwa orang dengan kadar selenium yang tinggi dalam dietnya atau dalam jaringan tubuhnya mempunyai angka kejadian kanker yang lebih rendah. Beberapa penelitian laboratorium juga menunjukkan bahwa selenium dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Hal ini telah menimbulkan ketertarikan yang luas dan anggapan bahwa suplementasi selenium dapat mencegah terjadinya kanker. Selama beberapa dekade berikutnya, lebih banyak lagi studi yang dilakukan untuk membandingkan angka kejadian kanker antara orang dengan kadar selenium yang tinggi dan rendah [2]. 

Kemampuan selenium untuk menetralkan pertumbuhan sel kanker diduga berkaitan dengan efeknya terhadap stabilitas DNA, proliferasi sel, kematian sel melalui apoptosis dan nekrosis pada sel normal dan sel malignan, dan pengaturan stress oksidatif serta sistem imun. Kemampuan selenium tersebut telah melahirkan suatu hipotesis tentang kemungkinan penggunaan senyawa selenium dalam terapi kanker, namun hal ini masih dalam proses investigasi. Fungsi selenium dalam berbagai mekanisme tersebut berkaitan dengan peran selenium sebagai sumber selenometabolit maupun sebagai komponen berbagai selenoenzim [1].

Berdasarkan meta-analysis terhadap 16 penelitian observasional prospektif yang dilakukan oleh Vinceti et al [2], mereka menemukan adanya penurunan insidensi dan mortalitas kanker pada paparan selenium yang lebih tinggi. Resiko kanker 31% lebih rendah, dan resiko kematian akibat kanker 36% lebih rendah pada kelompok dengan paparan selenium paling tinggi dibanding dengan kelompok dengan paparan selenium paling rendah. Secara spesifik, resiko berkembangnya kanker kandung kemih berkurang 33% dan kanker prostat 21%. Resiko kanker paru, lambung dan kolorektal juga didapatkan menurun dengan paparan selenium yang lebih tinggi. Akan tetapi tidak didapatkan hubungan antara selenium dengan resiko kanker payudara. 

Vinceti et al [2] juga menganalisis 8 RCT (Randomized Controlled Trial) yang menguji efek suplementasi selenium dalam mencegah terjadinya kanker kulit non-melanoma, kanker hati, dan kanker prostat. Mereka menemukan bahwa suplementasi selenium tidak berefek pada outcome primer yaitu terjadinya kanker kulit non-melanoma, hepar, dan prostat, maupun outcome sekunder. Bahkan hasil dari 2 uji klinik yaitu NPCT dan SELECT justru memberikan peringatan untuk berhati-hati dalam suplementasi selenium oleh karena adanya kemungkinan terjadi efek yang membahayakan antara lain meningkatnya insidensi kanker kulit non-melanoma, DM tipe 2, dan efek dermatologis. Peringatan tentang efek berbahaya dari suplementasi selenium juga muncul dari hasil penelitian prospektif yang dilakukan oleh Kenfield et al [3]. Mereka menemukan bahwa suplementasi selenium yang diberikan setelah ditegakkan diagnosis kanker prostat non-metastasis justru meningkatkan resiko mortalitasnya. 

Kesimpulan

Studi tentang efek selenium terhadap pencegahan kanker telah banyak dilakukan. Studi observasional prospektif telah menunjukkan bahwa orang dengan kadar selenium yang lebih tinggi mempunyai resiko kanker yang lebih rendah. Meskipun hasil ini menjelaskan peran penting selenium untuk mencegah terjadinya kanker, namun pemberian suplemen selenium sebagai upaya pencegahan maupun pengobatan kanker perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, oleh karena beberapa penelitian uji klinis menunjukkan bahwa suplementasi selenium justru meningkatkan mortalitas kanker.


Daftar Rujukan
1. Davis CD, Tsuji PA, Milner JA. Selenoproteins and cancer prevention. Annu Rev Nutr. 2012. 32:3.1–3.23. Download pdf
2. Vinceti M, Dennert G, Crespi CM, Zwahlen M, Brinkman M, Zeegers MPA et al. Selenium for preventing cancer (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews 2014, Issue 3. Art. No.: CD005195. Download pdf
3. Kenfield SA, Van Blarigan EL, DuPre N, Stampfer MJ, Giovannucci EL, Chan JM. Selenium supplementation and prostate cancer mortality. JNCI J Natl Cancer Inst. 2015, 1–8. Download pdf

Baca Juga : Metabolisme Selenium

Tidak ada komentar:

Posting Komentar