17 Agustus 2016

Obesitas: Epidemiologi dan Faktor-Faktor Determinan

Menurut World Health Organization (WHO), obesitas secara sederhana dapat didefiniskan sebagai akumulasi lemak dalam tubuh yang berlebihan yang dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan. Secara umum, baik dalam bidang epidemiologi maupun praktik klinik, obesitas ditentukan berdasarkan Index Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter). Berdasarkan IMT (yang dinyatakan dalam kg/m2), seseorang dinyatakan sebagai berat badan kurang (underweight), berat badan normal, berat badan lebih (overweight, pra-obesitas) dan obesitas (Tabel 1).[1] Namun demikian, IMT tidak memberikan gambaran tentang persentase maupun distribusi lemak tubuh sehingga dapat terjadi misklasifikasi dalam menentukan obesitas serta risiko kardiometabolik yang terkait dengannya.[2]

Pada tingkat populasi, korelasi positif yang kuat antara IMT dengan kandungan lemak tubuh telah dilaporkan secara luas.[3] Di lain pihak, pada tingkat individu terdapat variasi yang cukup besar dalam hal kandungan lemak tubuh. Salah satu penelitian pada subyek sehat dengan IMT normal (24 kg/m2) menunjukkan bahwa kandungan lemak tubuh subyek bervariasi antara 8% sampai 38% pada pria dan 30% sampai 44% pada wanita.[4] Hal ini berarti bahwa seseorang dengan IMT normal dapat mempunyai kandungan lemak tubuh yang tinggi dengan massa otot yang rendah atau sebaliknya mempunyai massa otot yang tinggi dengan kandungan lemak yang normal, seperti yang sering ditemukan pada atlet. 

Prevalensi obesitas di dunia dipantau oleh WHO berdasarkan data IMT yang dikumpulkan dari survey atau studi populasi yang mencantumkan berat dan tinggi badan, baik yang diukur maupun yang dilaporkan oleh subyek. Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan (overweight), dan 600 juta orang mengalami obesitas. Secara keseluruhan, 39% orang dewasa (38% pria dan 40% wanita) usia 18 tahun ke atas mengalami overweight  dan 13% (11% pria dan 15% wanita) mengalami obesitas. Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding prevalensi tahun 2008.[5]

Angka obesitas di Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), pada laki-laki dewasa terjadi peningkatan prevalensi obesitas dari 13,9% pada tahun 2007 menjadi 19,7 % pada tahun 2013. Pada wanita dewasa terjadi peningkatan yang cukup ekstrim yaitu dari 14,8% pada tahun 2007 menjadi 32,9 % pada tahun 2013.[6]

Tabel 1. Klasifikasi status berat badan berdasarkan IMT pada populasi umum dan populasi Asia (diadaptasi dari WHO).[1,9]







Etiologi dan faktor-faktor determinan

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin dan faktor etnik berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya usia, dengan puncaknya terjadi pada usia sekitar 60 tahun.[7] Secara khusus wanita mempunyai persentase kandungan lemak tubuh yang lebih tinggi daripada pria, dan juga mempunyai distribusi lemak yang berbeda yaitu mempunyai lemak subkutan yang lebih tinggi daripada lemak viseral.[8] Faktor etnik juga perlu diperhatikan oleh karena IMT 20-25 kg/m2 yang merupakan IMT normal dan sehat pada populasi Kaukasian, ternyata berkorelasi dengan kandungan lemak yang lebih tinggi dan peningkatan risiko penyakit pada kelompok etnik yang berbeda, khususnya populasi Asia. Hal ini menyebabkan WHO membuat nilai cut-off yang berbeda untuk berat badan lebih dan obesitas pada populasi Asia (Tabel 1).[9] 

Faktor lingkungan tampaknya merupakan kontributor utama terjadinya epidemik obesitas. Data asupan makanan dari empat studi NHANES secara berurutan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah dan densitas energi makanan yang dikonsumsi berhubungan secara paralel dengan peningkatan prevalensi obesitas pada populasi Amerika Serikat.[10] 

Adanya hasil penelitian bahwa overweight dan obesitas bersifat cluster dalam area tertentu menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan determinan penting pada obesitas. Faktor-faktor lingkungan yang bersifat ‘obesogenik’ seperti ketersediaan dan kemudahan dalam mengakses tempat penjualan makanan tidak sehat (makanan tinggi lemak, junk food) dan sebaliknya ketidaknyamanan dalam mengakses tempat penjualan buah dan sayuran merupakan hal-hal yang memfasilitasi terjadinya obesitas.[11] 

Selain faktor lingkungan, terdapat faktor predisposisi genetik terhadap obesitas. Upaya yang dilakukan untuk memahami basis genetik obesitas telah mengidentifikasi berbagai gen yang berhubungan dengan sindrom obesitas. Studi genetik dalam satu dekade terakhir menemukan adanya 227 varian genetik yang tercakup dalam berbagai jalur biologis yang berbeda (sistem saraf pusat, pengecapan dan pencernaan makanan, diferensiasi adiposit, pensinyalan insulin, metabolisme lipid, biologi otot dan hepar, mikrobiota usus) telah dihubungkan dengan obesitas poligenik.[12]

Salah satu hipotesis penyebab terjadinya obesitas, yang dikenal sebagai teori thrifty gene menjelaskan bahwa beberapa populasi mempunyai gen-gen yang meningkatkan penyimpanan lemak pada saat starvasi sebagai mekanisme pertahanan hidup. Pada fase awal sejarah manusia, ketika manusia harus bersusah payah untuk mendapatkan makanan dan tergantung pada ketersediaan makanan sedangkan pada sisi lain banyak mengeluarkan energi, gen ‘hemat’ ini membantu manusia untuk bertahan hidup. Pada situasi saat ini, ketika sumber makanan berlimpah, ekspresi gen tersebut menyebabkan terjadinya penumpukan lemak yang berlebihan, memicu terjadinya obesitas dan keadaan lain seperti diabetes melitus tipe 2.[13]

Hipotesis lain yang menjelaskan mekanisme terjadinya obesitas adalah teori fetal origin. Menurut teori ini, status gizi ibu dan pertumbuhan janin yang buruk merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit kronis yang mempengaruhi pemrograman struktur, fisiologi, dan metabolisme tubuh. Sebagai akibatnya, setelah lahir terjadi kegagalan dalam pensinyalan sistem saraf pusat yang mengatur nafsu makan, asupan energi dan berat badan yang memicu terjadinya obesitas.[13]

Daftar Rujukan

1. World Health Organization. Obesity: preventing and managing the global epidemic. Report of a WHO consultation. WHO Technical Series 894. Geneva. 2000: 1-253.

2. Gomez-Ambrosi J, Silva C, Galofre J, Escalada J, Santos S, Millan D et al. Body mass index classification misses subjects with increased cardiometabolic risk factors related to elevated adiposity. Int J Obes 2012; 36: 286–294.

3. Okorodudu DO, Jumean MF, Montori VM, Romero-Corral A, Somers VK, Erwin PJ et al. Diagnostic performance of body mass index to identify obesity as defined by body adiposity: a systematic review and meta-analysis. Int J Obes 2010; 34: 791-799.

4. Thomas EL, Frost G, Taylor-Robinson SD, Bell JD. Excess body fat in obese and normal-weight subjects. Nutr Res Rev 2012; 25: 150–161.

5. World Health Organization. Obesity and overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/. Update terakhir Januari 2015. 

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013: 263-265.

7. Mathus-Vliegen EM, Basdevant A, Finer N, Hainer V, Hauner H, Micic D et al. Prevalence, pathophysiology, health consequences and treatment options of obesity in the elderly: a guideline. Obes Facts 2012; 5(3): 460-483.

8. Karastergiou K, Smith SR, Greenberg AS, Fried SK. Sex differences in human adipose tissues – the biology of pear shape. Biol Sex Differ 2012; 3: 1-12.

9. World Health Organization. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. Lancet 2004; 363: 157-163.

10. Kant AK, Graubard BI. Secular trends in patterns of self-reported food consumption of adult Americans: NHANES 1971-1975 to NHANES 1999–2002. Am J Clin Nutr 2006; 84(5): 1215-1223.

11. Giskes K, van Lenthe F, AvendanoPabon M, Brug J. A systematic review of environmental factors and obesogenic dietary intakes among adults: are we getting closer to understanding obesogenic environments? Obes Rev 2011; 12(5): e95-e106.

12.  Pigeyre M, Yazdi FT, Kaur Y, Meyre D. Recent progress in genetics, epigenetics and metagenomics unveils the pathophysiology of human obesity. Clin Sci 2016; 130(12): 943-986.

13.  González H. Managing Patients with Obesity,  Springer: Switzerland, 2016; pp:23-29.


1 komentar: